Google Foto |
Akhir-akhir
ini demam cincin berbatu akik atau batu mulia lainnya meningkat dengan tajam.
Buktinya adalah menjamurnya para padagang dan pengrajin batu akik di mana-mana. Mulai harga
yang puluhan ribu sampai jutaan. Bahkan kadang harganya lebih tinggi dari emas.
Demam batu ini melanda hampir semua lapisan masyarakat, tua-muda, pejabat
sampai penjahat bahkan sampai merambah anak sekolah.
Lalu bagaimana hukum Islam dalam hal ini?
Lalu bagaimana hukum Islam dalam hal ini?
Sebuah
riwayat Imam Muslim yang menjelaskan bahwa cincin Rasulullah saw itu terbuat
dari perak dan batu mata cincinya berasal dari negeri Habasyi.
عن أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ خَاتَمُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ وَرِقٍ وَكَانَ فَصُّهُ حَبَشِيًّا -رواه مسلم
“Dari Anas bin Malik ra ia berkata, bahwa cincin Rasulullah saw itu terbaut dari perak dan mata cincinya itu mata cincin Habasyi”. (H.R. Muslim)
Menurut Imam Nawawi para ulama menyatakan bahwa yang dimaksud dengan, “mata cincinya itu mata cincin Habasyi” adalah batu yang berasal dari Habasyi. Artinya batu mata cincinya itu dari jenis batu merjan atau akik karena dihasilkan dari pertambangan batu di Habsyi dan Yaman. Pendapat lain mengatakan bahwa batu mata cincinya berwarna seperti warna kulit orang Habasyi, yaitu hitam.
Sedangkan dalam Shahih al-Bukhari terdapat riwayat dari Hamin dari Anas bin Malik yang menyatakan mata cincinya itu terbuat dari perak. Dalam pandangan Ibnu ‘Abd al-Barr ini adalah yang paling sahih.
عن أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ خَاتَمُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ وَرِقٍ وَكَانَ فَصُّهُ حَبَشِيًّا -رواه مسلم
“Dari Anas bin Malik ra ia berkata, bahwa cincin Rasulullah saw itu terbaut dari perak dan mata cincinya itu mata cincin Habasyi”. (H.R. Muslim)
Menurut Imam Nawawi para ulama menyatakan bahwa yang dimaksud dengan, “mata cincinya itu mata cincin Habasyi” adalah batu yang berasal dari Habasyi. Artinya batu mata cincinya itu dari jenis batu merjan atau akik karena dihasilkan dari pertambangan batu di Habsyi dan Yaman. Pendapat lain mengatakan bahwa batu mata cincinya berwarna seperti warna kulit orang Habasyi, yaitu hitam.
Sedangkan dalam Shahih al-Bukhari terdapat riwayat dari Hamin dari Anas bin Malik yang menyatakan mata cincinya itu terbuat dari perak. Dalam pandangan Ibnu ‘Abd al-Barr ini adalah yang paling sahih.
Menurut Imam Syafi’i hukum memakai batu mulia atau batu akik
seperti batu yaqut, zamrud dan lainnya adalah mubah sepanjang tidak untuk berlebih-lebihan
dan menyombongkan diri.
قَالَ الشَّافِعِيُّ- وَلَا أَكْرَهُ لِلرِّجَالِ لُبْسَ اللُّؤْلُؤِ إلَّا لِلْأَدَبِ وَأَنَّهُ مِنْ زِيِّ النِّسَاءِ لَا لِلتَّحْرِيمِ وَلَا أَكْرَهُ لُبْسَ يَاقُوتٍ أَوْ زَبَرْجَدٍ إِلَّا مِنْ جِهَةِ السَّرَفِ وَالْخُيَلَاءِ
“Imam Syafii berkata dalam kitab al-Umm, saya tidak memakruhan
laki-laki memakai mutiara kecuali karena terkait dengan etika dan mutiara itu
termasuk dari aksesoris perempuan, bukan karena haram. Dan saya tidak
memakrukan (laki-laki, pent) memakai yaqut atau zamrud kecuali jika berlebihan
dan untuk menyombongkan (diri)”. (Muhammad Idris asy-Syafi’i, al-Umm,
Bairut-Dar al-Ma’rifah, 1393 H, juz, 1, h. 221)
Ketika
seseorang melakukan hal-hal yang berlebihan maka dengan sendirinya hukum
tersebut akan berubah menjadi haram.
يَا بَنِي آدَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وكُلُواْ وَاشْرَبُواْ وَلاَ تُسْرِفُواْ إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah disetiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”. (QS. Al A`raaf : 31)
Haritsah bin Wahb Al Khuzai’i berkata bahwa ia mendengar
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ النَّارِ قَالُوا بَلَى قَالَ كُلُّ عُتُلٍّ جَوَّاظٍ مُسْتَكْبِرٍ
“Maukah kamu aku beritahu tentang penduduk neraka? Mereka semua
adalah orang-orang
keras lagi kasar, tamak lagi rakus, dan takabbur(sombong).“ (HR. Bukhari no. 4918 dan Muslim
no. 2853).
Kesombongan ada dua macam, yaitu sombong terhadap al haq
dan sombong terhadap makhluk:
Sombong Terhadap al Haq (Kebenaran)
Sombong terhadap al haq adalah sombong terhadap kebenaran, yakni dengan
tidak menerimanya. Setiap orang yang menolak kebenaran maka dia telah sombong
disebabkan penolakannya tersebut. Oleh karena itu wajib bagi setiap hamba
untuk menerima kebenaran yang ada dalam Kitabullah dan ajaran para rasul ‘alaihimus
salaam.
Sombong Terhadap Makhluk
Di
antara bentuk kesombongan terhadap manusia di antaranya adalah sombong dengan
pangkat dan kedudukannya, sombong dengan harta, sombong dengan kekuatan dan
kesehatan, sombong dengan ilmu dan kecerdasan, sombong dengan bentuk tubuh, dan
kelebihan-kelebihan lainnya.
Dia merasa lebih dibandingkan orang lain dengan
kelebihan-kelebihan tersebut. Padahal kalau kita renungkan, siapa yang
memberikan harta, kecerdasan, pangkat, kesehatan, bentuk tubuh yang indah?
Semua murni hanyalah nikmat dari Allah Ta’ala. Jika Allah berkehendak, sangat mudah bagi
Allah untuk mencabut kelebihan-kelebihan tersebut. Pada hakekatnya manusia
tidak memiliki apa-apa, lantas mengapa dia harus sombong terhadap orang lain?
Ada
hal yang lebih besar dan sangat berbahaya lagi Selain rambu berlebihan dan
sombong yaitu timbulnya sifat syirik dalam hati.
Syirik adalah
menyamakan selain Allah dengan Allah pada perkara yang merupakan hak
istimewa-Nya. Hak istimewa Allah seperti: Ibadah, mencipta, mengatur, memberi
manfaat dan mudharat, membuat hukum dan syariat dan lain-lainnya.
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا (٤٨)
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka sungguh ia telah
berbuat dosa yang besar.” (QS. An Nisa’: 48)
Melalui tulisan ini, semoga menjadi bahan renungan bagi kita semua
khususnya bagi pecinta batu akik, jadikanlah harta dan perhiasan itu sebagai media
dalam menambah kualitas dan kwantitas beribadah. Bukan sebaliknya menjadikan kita
terjebak dalam lingkaran kesombongan dan terjerumus dalam lobang dosa tak
terampunkan, petaka yang membawa kepada pintu neraka.
وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)
”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam
kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih dan
saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya
menetapi kesabaran” (QS. Al ‘Ashr).
Komentar
Posting Komentar