Sebelum Ramadhan atau kira-kira 2-3 bulan yang lalu televisi dan media sosial santer memberitakan perihal sebutan “ustadzah” pada Oki Setiana Dewi, artis yang akhir-akhir ini sering ikut serta dalam program dakwah di stasiun televisi. Apa ada yang salah dengan sebutan itu hingga sekelompok orang sampai mengeluarkan semacam petisi untuk menggugat penyebutan ustadzah tersebut. Entah darimana asalnya saya pun tak ingin berburuk sangka.
Hanya berkaca dari diri pribadi dan teman-teman yang sama sekali tidak berlatar belakang pendidikan agama dan kebetulan mengajar di sebuah pondok pesantren. Kami pun dipanggil “ustadzah” karena dalam lingkungan pesantren ustadz/ustadzah dalam bahasa Arab artinya guru atau orang yang mengajar. Terlepas dari apa yang diajarkannya matematika, bahasa Inggris, biologi, Penjas atau apalah tetap saja wajib dipanggil ustadz/ustadzah.
Jika diperhatikan gaya berhijab dan kemampuan Oki dalam bertausyiah,
rasanya sebutan ustadzah jauh lebih pantas disematkan padanya ketimbang
pada kami “ustadzah” pesantren yang mengajar pelajaran non agama.
Oki yang berhijab lebar, pandai bertausyiah, memiliki rekam jejak yang baik dalam karirnya saja dihujat karena panggilan ustadzah, lalu APA KABAR KITA? yang berhijab seadanya, bacaan Al-Quran jauh dari sempurna, tak pandai tausyiah, tapi terjebak dalam paradigma kepesantrenannya yang lantas menyeret kita dalam satu panggilan seram “ustadzah”.
Mengapa saya katakan seram karena ternyata begitu besar expektasi orang terhadap objek yang dipanggil ustadzah ini. Ustadzah haruslah lulusan minimal S1 jurusan agama atau jebolan pesantren dan seterusnya. Mungkin berbeda sedikit dengan saya, karena saya mengajar bahasa Inggris, kebanyakan santri ketika saya masih lajang memanggil “Miss”, ketika menikah berganti menjadi “Mam” walau masih saja yang latah memanggil ustadzah, tak apalah. Mudah-mudahan menjadi quide bagi saya untuk meneladani dan menerapkan nilai-nilai Islami selayaknya seorang ustadzah.
Sebenarnya sangat disayangkan munculnya isu ini, karena saya khawatir ini hanyalah ulah sebagian orang yang iri atau tidak senang dengan kesuksesan orang lain atau bisa jadi muslihat kaum kuffar yang berusaha memecah belah umat.
Saya ingin mengutip pernyataan pujangga terkenal William Shakespear “What is in a name?” apalah artinya sebuah nama?. Disebut apapun bunga melati, baunya akan tetap harum.
Kata-kata yang baik memberi hikmah tidak harus keluar dari orang alim saja, orang biasa juga memiliki hak untuk berkata baik sesuai kapasitas keilmuannya masing-masing. Bukankah setiap manusia adalah da’i/da’iyah sekurang-kurangnya untuk dirinya sendiri.
Wallahualam Bissowab
________________
16 Ramadhan /21 Juni (8th Anniversary and Happy Birthday Syifa)
Oki yang berhijab lebar, pandai bertausyiah, memiliki rekam jejak yang baik dalam karirnya saja dihujat karena panggilan ustadzah, lalu APA KABAR KITA? yang berhijab seadanya, bacaan Al-Quran jauh dari sempurna, tak pandai tausyiah, tapi terjebak dalam paradigma kepesantrenannya yang lantas menyeret kita dalam satu panggilan seram “ustadzah”.
Mengapa saya katakan seram karena ternyata begitu besar expektasi orang terhadap objek yang dipanggil ustadzah ini. Ustadzah haruslah lulusan minimal S1 jurusan agama atau jebolan pesantren dan seterusnya. Mungkin berbeda sedikit dengan saya, karena saya mengajar bahasa Inggris, kebanyakan santri ketika saya masih lajang memanggil “Miss”, ketika menikah berganti menjadi “Mam” walau masih saja yang latah memanggil ustadzah, tak apalah. Mudah-mudahan menjadi quide bagi saya untuk meneladani dan menerapkan nilai-nilai Islami selayaknya seorang ustadzah.
Sebenarnya sangat disayangkan munculnya isu ini, karena saya khawatir ini hanyalah ulah sebagian orang yang iri atau tidak senang dengan kesuksesan orang lain atau bisa jadi muslihat kaum kuffar yang berusaha memecah belah umat.
Saya ingin mengutip pernyataan pujangga terkenal William Shakespear “What is in a name?” apalah artinya sebuah nama?. Disebut apapun bunga melati, baunya akan tetap harum.
Kata-kata yang baik memberi hikmah tidak harus keluar dari orang alim saja, orang biasa juga memiliki hak untuk berkata baik sesuai kapasitas keilmuannya masing-masing. Bukankah setiap manusia adalah da’i/da’iyah sekurang-kurangnya untuk dirinya sendiri.
Wallahualam Bissowab
________________
16 Ramadhan /21 Juni (8th Anniversary and Happy Birthday Syifa)
Komentar
Posting Komentar