Baru-baru ini teman seprofesi bertanya "mengapa sejarah selalu di usik dan jadi perdebatan?".
Setengah bercanda ku jawab "wajar saja karena jangankan kita, yang menjadi pelaku atau mereka terlibat langsung dalam sejarah saja pasti mengemukakan pendapat yang berbeda".
Hal itu sangatlah lumrah karena sejarah ibarat mata uang yang memiliki 2
sisi bertolak belakang dan masing-masing sisi melahirkan opini yang
tidak dapat dipisahkan.
Perdebatan sejarah apapun itu baik organisasi, lembaga atau mungkin negara sekalipun pasti tidak akan habis-habisnya. Sakin sensitifnya semakin diusik akan makin berisik.
Memang, selain mengetahui asal usul, dengan mempelajari sejarah kita akan mengetahui dan berusaha mewujudkan mimpi-mimpi orang terdahulu yang belum terealisasikan.
Dengan mempelajari sejarah (terdapat distorsi atau tidak), kita akan mengetahui peradaban kehidupan masa lalu, sehingga jika ada keburukan/kekurangan dikala itu dapat dibenahi sesuai dengan kemampuan kita masing-masing karena tiap pelaku sejarah tidak ada yang bisa luput dari khilaf dan salah.
Tujuan menggali sejarah sangatlah mulia, minimal dapat menjadi rambu dalam melangkah demi kemajuan bersama. Tapi jika yang terjadi bakalan sebaliknya, mari kita jadikan saja sejarah sebagai guru terbaik, titik tak berkoma.
Perdebatan sejarah apapun itu baik organisasi, lembaga atau mungkin negara sekalipun pasti tidak akan habis-habisnya. Sakin sensitifnya semakin diusik akan makin berisik.
Memang, selain mengetahui asal usul, dengan mempelajari sejarah kita akan mengetahui dan berusaha mewujudkan mimpi-mimpi orang terdahulu yang belum terealisasikan.
Dengan mempelajari sejarah (terdapat distorsi atau tidak), kita akan mengetahui peradaban kehidupan masa lalu, sehingga jika ada keburukan/kekurangan dikala itu dapat dibenahi sesuai dengan kemampuan kita masing-masing karena tiap pelaku sejarah tidak ada yang bisa luput dari khilaf dan salah.
Tujuan menggali sejarah sangatlah mulia, minimal dapat menjadi rambu dalam melangkah demi kemajuan bersama. Tapi jika yang terjadi bakalan sebaliknya, mari kita jadikan saja sejarah sebagai guru terbaik, titik tak berkoma.
Komentar
Posting Komentar