Suhartono (2021: 38), generasi Z adalah generasi yang lahir dari tahun 1995-2010, sedangkan generasi alpha adalah mereka yang lahir setelah tahun 2010.
Generasi Z adalah generasi dengan mobilitas digital yang cukup tinggi. Saat ini mereka hampir seluruhnya bergantung pada perangkat seluler. Bahkan, untuk pengerjaan tugas-tugas di sekolah, mereka cenderung memilih perangkat mobile (Fiandra, 2020: 56).
Baru sebagian pelajar Indonesia yang mendapatkan akses internet dan komputer sehingga definisi ini tak sepenuhnya relevan dengan kondisi bangsa ini. Ada kesenjangan digital antara mereka yang berada di wilayah dengan internet yang baik dengan mereka yang berada di wilayah yang tidak berinternet.
Di sisi lain kesenjangan juga terjadi dalam kepemilikan perangkat komputer sebagai alat untuk mengakses pengetahuan dan data dari internet.
Meski tersedia internet, banyak guru dan siswa yang tidak memiliki komputer. Akibatnya pembelajaran dilakukan secara tradisional.
Sebagai contoh, faktor utama menurunnya hasil belajar daring di era pandemi 2020-2021 adalah minimnya internet dan komputer serta lemahnya literasi digital guru dan siswa. Maka pembelajaran bauran adalah pilihan yang harus diambil pemerintah meski pandemik belum sepenuhnya selesai.
Karakteristik Generasi Z dan Alpha
Generasi Z memiliki beberapa karakteristik yang berbeda dengan generasi sebelumnya (Bhakti & Safitri, 2017) antara lain:
Ambisius
Generasi Z memiliki ambisi yang tinggi untuk sukses sehingga mereka cenderung memiliki karakter yang positif dalam menggapai cita-cita mereka.
Cenderung Praktis dan Instan
Generasi Z cenderung menyukai cara menyelesaikan masalah yang praktis dan tidak berlama-lama karena Generasi Z lahir dalam dunia yang serba instan.
Kebebasan dan Memiliki Percaya Diri Tinggi
Generasi Z merupakan generasi yang menyukai kebebasan, seperti contohnya kebebasan berpendapat, kebebasan dalam berekspresi, dan kebebasan berkreasi. Generasi Z lahir dalam dunia modern yang sebagian besar pelajaran bersifat eksplorasi, maka dari itu mayoritas dari generasi ini memiliki kepercayaan yang tinggi dan optimis dalam berbagai hal.
Menyukai Hal Detail
Generasi Z memiliki pikiran yang kritis dan detail dalam mencermati setiap permasalahan atau fenomena yang lain, hal tersebut disebabkan karena mudahnya mencari informasi menggunakan internet.
Berkeinginan Mendapatkan Pengakuan
Generasi Z cenderung memiliki keinginan untuk diberi pengakuan dalam bentuk reward seperti hadiah, pujian atau penghargaan atas kemampuan mereka serta eksistensinya yang unik.
Teknologi Informasi dan Digital
Generasi Z memang disebut sebagai Generasi Net karena lahir saat dunia digital mulai berkembang. Maka dari itu, Generasi Z sangat mahir dalam mengoperasikan keseluruhan aspek teknologi atau gadget untuk menunjang komunikasi sehari-hari ketimbang berkomunikasi secara tatap muka.
Generasi Z memiliki nilai plus dan nilai minus. Nilai plus dari Generasi Z adalah sikap keingintahuan yang tinggi akan informasi maka pengetahuan penggunaan teknologi mereka juga tinggi. Mereka mampu berusaha sendiri dalam mencari tahu apa yang mereka butuhkan atau informasi yang dibutuhkan.
Generasi Z juga generasi multitasking yang terbiasa melakukan aktivitas dalam waktu yang bersamaan seperti membaca, berbicara, menonton, dan mendengarkan musik dalam waktu bersamaan.
Generasi ini juga memiliki kepedulian dengan politik, sehingga apabila generasi ini memiliki pendidikan yang baik, maka akan bermanfaat bagi lingkungan di sekitarnya. Selain nilai plus, Generasi Z juga memiliki nilai minus yakni mereka cenderung tidak sabar dan ingin menyelesaikan permasalahan dengan cara yang instan.
Mereka juga memiliki kebiasaan berkomunikasi di dunia maya yang serba cepat dan praktis. Adapun kekurangan dari Generasi Z adalah, kemampuan berkomunikasi secara verbal atau tatap muka yang menjadikan mereka kurang peduli dengan lawan bicara atau lingkungan di sekitarnya.
Menurut Suhartono (2021: 38), ciri khas dari dua generasi Z dan Alpha adalah akrab dengan gawai, multitasking, banyak berkomunikasi dengan orang lain secara luas melalui media online, berpikir terbuka, senang hal yang praktis dan kritis. Karakteristik tersebut menunjukkan sikap, perilaku, cara berpikir yang berbeda dengan guru.
Guru perlu memahami dan menyesuaikan diri terkait karakteristik siswanya termasuk kategori generasi Z dan alpha ketika berkomunikasi dan mengajar.
Generasi Z dan alpha selalu terhubung dengan internet dan gawai, baik dalam kegiatan pembelajaran maupun dalam kehidupan mereka. Kompetensi mereka tidak hanya diperoleh di depan kelas atau melalui guru tetapi dari proses belajar mandiri melalui aneka platform digital seperti youtube dan aplikasi-aplikasi pendidikan daring. Bisa jadi generasi ini lebih terampil dan berpengalaman dalam hal digital dan komputer dari guru-guru mereka. Maka guru harus cepat beradaptasi dengan perkembangan literasi digital yang sangat cepat. Guru minimal harus bisa mengoperasikan komputer, berselancar di internet, dan bisa menggunakan aplikasi pembelajaran berbasis digital.
Menurut Sumardianta dan Kris (2018: 103), cara pandang generasi digital berbeda dengan para guru mereka, yang merupakan pendatang baru dunia digital. Para guru ini baru bersentuhan dengan komputer setelah bekerja, mereka agak terlambat dan gagap mempelajari internet. Para native digital hidup dalam paradigma jauh tapi dekat, dekat tapi jauh.
Generasi ini juga punya ciri khas yaitu terbiasa bertransaksi, belanja makanan, jasa, dan barang secara daring.
Tidak hanya untuk keperluan sehari hari mereka, keperluan penyelesaian tugas-tugas sekolah juga mereka lakukan dengan cara belanja daring. Dari proses ini anak-anak belajar tentang kemandirian dan eksplorasi.
Di sisi lain, tidak semua konten internet layak dikonsumsi atau baik bagi anak-anak. Guru dan orangtua harus memberikan pemahaman kepada mereka tentang konten positif dan konten negatif. Tidak hanya soal pornografi, konten agama yang menyimpang juga perlu diwaspadai.
Banyak materi agama yang bermuatan radikal dan intoleransi di internet sehingga harus dihindari agar anak-anak tidak salah dalam berpikir dan bertindak. Materi keagamaan itu seolah benar dan lurus karena menggunakan ayat dan hadits tetapi menyimpang karena dimaknai secara keliru.
Islam mengajarkan kasih sayang kepada sesama apapun agamanya sehingga salah jika ada ajaran yang mengajak membenci, memusuhi, apalagi membunuh sesama. Keragaman agama, suku, bahasa, dan warna kulit manusia ini merupakan kehendak Allah SWT.
Tujuan keragaman itu adalah agar manusia saling mengenal satu sama lainnya.
Beberapa ayat Al Quran mengisyaratkan tentang bagaimana seorang muslim berperilaku terhadap sesama.
وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْاۗ
“Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil,” (QS Al Maidah: 8).
اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاۤئِ ذِى الْقُرْبٰى وَيَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan, Dia memberi pelajaran kepadamu agar kamu selalu ingat.” (QS Al Nahl: 90).
لَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوْٓا اِلَيْهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ
“Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu, Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (QS Mumtahanah: 8).
Komentar
Posting Komentar