Industri kreatif merupakan salah satu usaha dari tujuh bidang usaha yang mampu bertahan terhadap berbagai tantangan era sekarang Revolusi 4.0 yang ditandai oleh ketergantungan otomasi dan kecerdasan buatan Artificial Intelligence (AI) membentuk pola kehidupan tersendiri dan akan menjadi boomerang bagi low skill worker generasi muda. Contoh sederhananya perlahan namun pasti, pasar konvensional akan terdegrasi oleh market-market online yang memanjakan para konsumen.
Keadaan ini diperparah oleh saat ini Indonesia berada pada
fase demography dimana kebanyakan pendudukan berada pada usia kerja sehingga
persaingan menjadi sangatlah berat.
Disini peran dunia akademisi khususnya perguruan tinggi
harus menciptakan atmorfer yang mendorong sikap mandiri bagi semua civitas
akademika melalui berbagai inovasi dan motivasi dalam kurikulum yang
mengedepankan kreatifitas serta mindset out of the box.
Lulusan perguruan tinggi pendidikan Islam dalam hal ini
seorang tenaga pendidik harus memiliki kemampuan baik hard skill maupun soft skill serta pengetahuan secara
spiritual, emosional dan kreativitas. Menyadari hal tersebut, tenaga pendidikan
hendaknya dapat mengintegrasikan aspek afektif, kognitif dan psikomotorik.
Godsell (2005) menyatakan orientasi pendidikan adalah menjadikan lulusannya (tenaga
pendidik) mandiri dalam arti memiliki mental kuat untuk melakukan usaha
sendiri, tidak lebih sebagai pencari kerja (job seeker) akant etapi sebagai
pencipta lapangan pekerjaan (job creator).
Harun Nasution (2009) menyatakan bahwa kebanyakan lulusan
(sarjana) menjadi pengangguran akibat mereka tidak memiliki impian dan tidak
sungguh-sungguh untuk meraihnya ditambah lagi dengan kemampuan yang rendah.
Sebuat riset di Harvard Business School pernah melakukan
penelitian tentang hubungan antara memiliki cita-cita dan menuangkannya dalam
bentuk tulisan dengan pencapaiannya. Hasilnya, 84% ternyata tidak punya impian.
13% punya impian yag spesifik, jelas tapi tidak menuliskannya. 3% punya impian
yag spesifik, jelas dan tertulis. Setelah 10 tahun, seluruh responden itu
disurvey lagi perkembangannya. Ternyata, 13% orang yang punya impian, spesifik
dan jelas tapi tidak menuliskannya, memiliki penghasilan 2x lipat dibandingkan
84% orang yang tidak punya impian. Dan hebatnya, 3% orang yang punya cita-cita
dan menuliskannya, memiliki penghasilan 10x lipat dibandingkan 97% lulusan
lainnya.
Salah satu upaya dalam mengurangi tingkat pengangguran
terdidik di Indonesia adalah dengan menciptakan lulusan-lulusan yang tidak
hanya memiliki orientasi sebagai job seeker namun job maker atau yang kita
sebut wirausaha. Penciptaan lulusan perguruan tinggi yang menjadi seorang
wirausahawan tidak serta merta mudah untuk dilaksanakan.
Kalangan terdidik cenderung menghindari pilihan profesi ini
karena preferensi mereka terhadap pekerjaan kantoran lebih tinggi Preferensi
yang lebih tinggi didasarkan pada perhitungan biaya yang telah mereka keluarkan
selama menempuh pendidikan dan mengharapkan tingkat pengembalian (rate of
return) yang sebanding.
Ernanie (2010), dalam Modul Pembelajaran Kewirausahaan 10
seminarnya mengungkapkan ada kecenderungan, semakin tinggi tingkat pendidikan
semakin besar keinginan mendapat pekerjaan yang aman. Mereka tak berani ambil
pekerjaan berisiko seperti berwirausaha.
Pilihan status pekerjaan utama para lulusan perguruan tinggi
adalah sebagai karyawan atau buruh, dalam artian bekerja pada orang lain atau
instansi atau perusahaan secara tetap dengan menerima upah atau gaji secara
rutin seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan lainnya.
Meskipun setiap tahun pemerintah membuka pendaftaran menjadi
PNS, namun tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar dari mereka yang
mendaftar mengalami kekecewaan karena tidak berhasil lulus.
Satu-satunya peluang yang masih sangat besar adalah bekerja
dengan memulai usaha mandiri. Hanya saja, jarang ditemukan seseorang sarjana
yang ingin mengawali kehidupannya setelah lulus dari perguruan tinggi dengan
memulai mendirikan usaha. Kecenderungan yang demikian, berakibat pada tingginya
residu angkatan kerja berupa pengangguran terdidik. Jumlah lulusan perguruan
tinggi dalam setiap tahun semakin meningkat. Kondisi ini tidak sebanding dengan
peningkatan ketersediaan kesempatan kerja yang akan menampung mereka.
Self-Motivated
Kewirausahaan adalah human process yang berkaitan dengan
kreatifitas dan inovasi dalam memahami peluang, mengorganisasi sumber-sumber,
mengelola sehingga peluang tersebut dapat terwujud menjadi suatu usaha yang
menghasilkan nilai tambah atau keuntungan lebih-lebih untuk jangka lama.
Langkah kecil dan sederhana sangat diperlukan disini, seorang
tenaga pendidik terlebih dahulu harus mampu memotivasi dirinya sendiri untuk
menciptakan inovasi-inovasi walaupun sangat sederhana dan sudah dilakukan juga
oleh orang lain. Hidden kurikulumnya adalah tenaga pendidik merasakan atmosfer
kewirausahaan melalui langkah kecil tadi.
Problem Solving
Kewirausahaan adalah sebuah tanggapan atau responsibility akan
peluang-peluang usaha disekitarnya. Secara sosiologi, kemampuan menemukan
peluang bisnis atau usaha tergantung pada cara berinteraksi dalam sebuah
komunitas sosial masyarakat. Sedangkan secara psikologi, kesuksesan kewirausahaan
dipengaruhi oleh karakter/kepribadian pelaku usaha.
Tidak semua orang lihai melihat apalagi memanfaatkan peluang
sehingga banyak sekali usaha-usaha yang ada cenderung bersifat meniru yang
sudah ada sebelumnya. Apakah ini salah, tentu saja tidak. Pasar tidak selalu
menuntut otentisitas ide tetapi pasar mengharapkan inovasi produk (Amati-Tiru-Modifikasi).
Interpersonal Skill and Communication
Wirausaha tidak lepas pada keahlian berkomunikasi. Dasar seorang
wirausaha adalah bagaimana dia bisa menyampaikan pesan (marketing).
Seorang yang memiliki gagasan kreatif, produk unggulan, layanan
prima tetapi tidak dikomunikasikan kepada orang lain maka hal tersebut menjadi tidak
berguna. Menurut Ilik (2011), komunikasi menjadi salah satu elemen terpenting
dalam menjalankan kewirausahaan.
- Agustian, Ary Ginanjar.
2001. ESQ : Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual. Arga.
Jakarta
- Hendro and Chandra. 2006.
Be A Smart ang Good Entrepreneur. CLA Publishing. Jakarta
- Modul Pembelajaran Kewirausahaan,
Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Pendidikan Tinggi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013
x
Komentar
Posting Komentar