Sabtu, 15 Oktober 2022

Kewirausahaan (Part I)

Industri kreatif merupakan salah satu usaha dari tujuh bidang usaha yang mampu bertahan terhadap berbagai tantangan era sekarang Revolusi 4.0 yang ditandai oleh ketergantungan otomasi dan kecerdasan buatan  Artificial Intelligence (AI) membentuk pola kehidupan tersendiri dan akan menjadi boomerang bagi low skill worker generasi muda. Contoh sederhananya perlahan namun pasti, pasar konvensional akan terdegrasi oleh market-market online yang memanjakan para konsumen.


Keadaan ini diperparah oleh saat ini Indonesia berada pada fase demography dimana kebanyakan pendudukan berada pada usia kerja sehingga persaingan menjadi sangatlah berat.

Disini peran dunia akademisi khususnya perguruan tinggi harus menciptakan atmorfer yang mendorong sikap mandiri bagi semua civitas akademika melalui berbagai inovasi dan motivasi dalam kurikulum yang mengedepankan kreatifitas serta mindset out of the box.

Lulusan perguruan tinggi pendidikan Islam dalam hal ini seorang tenaga pendidik harus memiliki kemampuan baik hard skill  maupun soft skill serta pengetahuan secara spiritual, emosional dan kreativitas. Menyadari hal tersebut, tenaga pendidikan hendaknya dapat mengintegrasikan aspek afektif, kognitif dan psikomotorik. Godsell (2005) menyatakan orientasi pendidikan adalah menjadikan lulusannya (tenaga pendidik) mandiri dalam arti memiliki mental kuat untuk melakukan usaha sendiri, tidak lebih sebagai pencari kerja (job seeker) akant etapi sebagai pencipta lapangan pekerjaan (job creator).

Harun Nasution (2009) menyatakan bahwa kebanyakan lulusan (sarjana) menjadi pengangguran akibat mereka tidak memiliki impian dan tidak sungguh-sungguh untuk meraihnya ditambah lagi dengan kemampuan yang rendah.

Sebuat riset di Harvard Business School pernah melakukan penelitian tentang hubungan antara memiliki cita-cita dan menuangkannya dalam bentuk tulisan dengan pencapaiannya. Hasilnya, 84% ternyata tidak punya impian. 13% punya impian yag spesifik, jelas tapi tidak menuliskannya. 3% punya impian yag spesifik, jelas dan tertulis. Setelah 10 tahun, seluruh responden itu disurvey lagi perkembangannya. Ternyata, 13% orang yang punya impian, spesifik dan jelas tapi tidak menuliskannya, memiliki penghasilan 2x lipat dibandingkan 84% orang yang tidak punya impian. Dan hebatnya, 3% orang yang punya cita-cita dan menuliskannya, memiliki penghasilan 10x lipat dibandingkan 97% lulusan lainnya.

Salah satu upaya dalam mengurangi tingkat pengangguran terdidik di Indonesia adalah dengan menciptakan lulusan-lulusan yang tidak hanya memiliki orientasi sebagai job seeker namun job maker atau yang kita sebut wirausaha. Penciptaan lulusan perguruan tinggi yang menjadi seorang wirausahawan tidak serta merta mudah untuk dilaksanakan.

Kalangan terdidik cenderung menghindari pilihan profesi ini karena preferensi mereka terhadap pekerjaan kantoran lebih tinggi Preferensi yang lebih tinggi didasarkan pada perhitungan biaya yang telah mereka keluarkan selama menempuh pendidikan dan mengharapkan tingkat pengembalian (rate of return) yang sebanding.

Ernanie (2010), dalam Modul Pembelajaran Kewirausahaan 10 seminarnya mengungkapkan ada kecenderungan, semakin tinggi tingkat pendidikan semakin besar keinginan mendapat pekerjaan yang aman. Mereka tak berani ambil pekerjaan berisiko seperti berwirausaha.

Pilihan status pekerjaan utama para lulusan perguruan tinggi adalah sebagai karyawan atau buruh, dalam artian bekerja pada orang lain atau instansi atau perusahaan secara tetap dengan menerima upah atau gaji secara rutin seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan lainnya.

Meskipun setiap tahun pemerintah membuka pendaftaran menjadi PNS, namun tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar dari mereka yang mendaftar mengalami kekecewaan karena tidak berhasil lulus.

Satu-satunya peluang yang masih sangat besar adalah bekerja dengan memulai usaha mandiri. Hanya saja, jarang ditemukan seseorang sarjana yang ingin mengawali kehidupannya setelah lulus dari perguruan tinggi dengan memulai mendirikan usaha. Kecenderungan yang demikian, berakibat pada tingginya residu angkatan kerja berupa pengangguran terdidik. Jumlah lulusan perguruan tinggi dalam setiap tahun semakin meningkat. Kondisi ini tidak sebanding dengan peningkatan ketersediaan kesempatan kerja yang akan menampung mereka.

Self-Motivated

Kewirausahaan adalah human process yang berkaitan dengan kreatifitas dan inovasi dalam memahami peluang, mengorganisasi sumber-sumber, mengelola sehingga peluang tersebut dapat terwujud menjadi suatu usaha yang menghasilkan nilai tambah atau keuntungan lebih-lebih untuk jangka lama.

Langkah kecil dan sederhana sangat diperlukan disini, seorang tenaga pendidik terlebih dahulu harus mampu memotivasi dirinya sendiri untuk menciptakan inovasi-inovasi walaupun sangat sederhana dan sudah dilakukan juga oleh orang lain. Hidden kurikulumnya adalah tenaga pendidik merasakan atmosfer kewirausahaan melalui langkah kecil tadi.

Problem Solving

Kewirausahaan adalah sebuah tanggapan atau responsibility akan peluang-peluang usaha disekitarnya. Secara sosiologi, kemampuan menemukan peluang bisnis atau usaha tergantung pada cara berinteraksi dalam sebuah komunitas sosial masyarakat. Sedangkan secara psikologi, kesuksesan kewirausahaan dipengaruhi oleh karakter/kepribadian pelaku usaha.

Tidak semua orang lihai melihat apalagi memanfaatkan peluang sehingga banyak sekali usaha-usaha yang ada cenderung bersifat meniru yang sudah ada sebelumnya. Apakah ini salah, tentu saja tidak. Pasar tidak selalu menuntut otentisitas ide tetapi pasar mengharapkan inovasi produk (Amati-Tiru-Modifikasi).

Interpersonal Skill and Communication

Wirausaha tidak lepas pada keahlian berkomunikasi. Dasar seorang wirausaha adalah bagaimana dia bisa menyampaikan pesan (marketing).

Seorang yang memiliki gagasan kreatif, produk unggulan, layanan prima tetapi tidak dikomunikasikan kepada orang lain maka hal tersebut menjadi tidak berguna. Menurut Ilik (2011), komunikasi menjadi salah satu elemen terpenting dalam menjalankan kewirausahaan.

 

  -    Agustian, Ary Ginanjar. 2001. ESQ : Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual. Arga. Jakarta

  -   Hendro and Chandra. 2006. Be A Smart ang Good Entrepreneur. CLA Publishing. Jakarta

  -    Modul Pembelajaran Kewirausahaan, Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013




x

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Enam Tahun Kemudian...

Waktu berlari tanpa kompromi, meninggalkan jejak yang tak selalu kasat, namun terasa di relung hati. Enam tahun mungkin terdengar singkat, t...