Minggu, 31 Agustus 2025

Sampaikan Dengan Lemah Lembut


Dalam kitab Tarikh Ibnu Katsir karya Isma’il bin Umar bin Katsir al-Dimasqi (Ibnu Katsir), terdapat sebuah kisah yang berkaitan dengan Harun Ar-Rasyid.


Harun Ar-Rasyid merupakan khalifah yang memimpin Dinasti Abbasiyah pada masa kejayaan peradaban Islam, ditandai dengan kemajuan pesat di bidang ilmu pengetahuan, seni, ekonomi, serta pembangunan infrastruktur seperti pendirian Baitul Hikmah. Selain itu, beliau juga menjamin keamanan, kedamaian, dan kesejahteraan rakyatnya.


Diriwayatkan bahwa seorang ustadz datang kepada khalifah dan berkata,
(يَا أَمِيرُ الْمُؤْمِنِينَ، إِنِّي نَاصِحٌ لَكَ فَْمُفَسِدٌ عَلَيْكَ، فَلَا تَجِدْنَّ عَلَيَّ فِي نَفْسِكَ شَيْئًا)
(Ya amīrul-mu’minīn, innī nāṣiḥun laka fa mufāṣidun ‘alayka, fa lā tajidannā ‘alayya fī nafsika shay’an.)


“Wahai amirul mukminin, saya adalah orang yang baik hati yang bermaksud memberikan nasihat dengan cara yang mungkin terkesan kasar. Oleh karena itu, mohon jangan tersinggung atau memasukkan kata-kata saya ke dalam hati.”


Mendengar hal tersebut, khalifah menjawab,

(أَسْكُتْ يَا أُسْتَاذُ، إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى بَعَثَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْكَ إِلَى مَنْ هُوَ سَرٌّ مِنِّي، وَمَعَ ذَلِكَ قَوْلَ تَعَالَى: فَكُوْ لِلَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى)
(Usqut yā ustāḍ, innallāha ta’ālā ba’atsa man huwa khayrun minka ilā man huwa sarrun minnī, wa ma’a dhālik qaula ta’ālā: fa kū la lahu qaulan layyinan la ‘alahu yatadhakkaru aw yakhshā.)


"Diamlah, wahai ustadz. Sesungguhnya Allah Ta’ala telah mengutus seorang yang lebih mulia darimu kepada seseorang yang lebih hina dariku. Namun, Allah memerintahkan orang yang lebih mulia itu untuk berbicara dengan tutur kata yang lemah lembut agar orang yang lebih hina tersebut dapat mengingat dan bertakwa.”


Dalam konteks ini, Harun Ar-Rasyid merujuk kepada Nabi Musa AS sebagai orang yang lebih mulia, dan Fir’aun sebagai orang yang hina. Bahkan dalam menghadapi Fir’aun, Nabi Musa diperintahkan Allah untuk tetap beretika dan menggunakan tutur kata yang lembut, dengan harapan agar Fir’aun dapat tersadar dan takut kepada-Nya.


Kisah ini hendaknya menjadi pedoman bagi kita semua dalam menyampaikan kritik, saran, dan aspirasi.


Kita diperbolehkan mengkritik kebijakan pemimpin apabila tidak sejalan dengan pendapat kita, namun harus sesuai dengan ajaran Al-Qur’an yang menyatakan,
(فَقُولُوا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا)
(Fa qulu lahu qaulan layyinan)
maka ucapkanlah kepadanya dengan perkataan yang lembut.


Oleh karena itu, hendaknya kita menghindari penyampaian yang mengandung kata-kata kasar, caci maki atau hinaan apalagi sampai merusak fasilitas umum dan pencurian.


Semoga Allah menjauhkan kita dari sikap demikian. Amiinn.


_________________
Tulisan ini khusus dipersembahkan kepada para pendemo 1 Sept 2025

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pembelajaran Berbasis Teknologi: Konsep Dasar #1

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah membawa transformasi besar dalam dunia pendidikan. Proses pembelajaran yang sebe...